Sabtu, 17 Oktober 2015

LUNTURNYA NILAI GOTONG ROYONG SEBAGAI IDENTITAS BANGSA (penduduk, masyarakat dan kebudayaan)

           Manusia termasuk kedalam golongan makhluk sosial, yang  artinya manusia tidak dapat hidup sendiri. Pada dasarnya manusia adalah masyarakat dan penduduk yang harus peka terhadap lingkungan sekitar. Ketika dimasyarakat sedang ada kegiatan kerja bakti untuk kepentingan bersama maka hendaknya kita sebagai masyarakat harus ikut bergotong royong untuk menunjukkan rasa kepedulian terhadap lingkungan dan sesama. Gotong royong sangatlah penting dimasyarakat, karena dengan adanya gotong royong pekerjaan pun akan terasa lebih ringan jika dikerjakan secara bersama-sama.
            Gotong royong,tidaklah asing didengar oleh telinga kita. Sebuah kalimat yang memiliki makna “saling tolong menolong” dan merupakan salah satu budaya yang mengakar di masyarakat Indonesia. Gotong royong merupakan suatu istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang di inginkan. Kata gotong royong sendiri berasal dari kata gotong yang artinya bekerja, dan royong yang artinya bersama.
            Apakah kalian menyadari, mengapa gotong royong kini luntur bahkan menghilang ditelan waktu dan derasnya arus globalisasi pada saat ini? Biasanya kita sering melihat para warga yang bergotong royong membersihkan lingkungan sekitarnya setiap akhir pekan atau beberapa bulan sekali. Tetapi pada saat ini kita sangat jarang melihat warga bergotong royong bahkan tidak pernah sama sekali. Seperti yang dikatakan oleh Bung Karno dalam pidatonya pada saat BPUKI, Bung Karno menyadari betapa pentingnya gotong royong sebagai dasar dari semangat atau spirit kebangsaan Indonesia. Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk bergotong-royong mulai luntur seiring berjalannya waktu mengikuti arus globalisasi, manusia cenderung hidup sendiri - sendiri tanpa memperdulikan oerang lain, atau tidak mau bekerja sama seperti halnya bergotong royong. Padahal betapa pentingnya gotong royong bagi bangsa Indonesia. Tak hanya sebagai modal sosial, tetapi gotong royong juga menjadi modal kebudayaan bagi bangsa Indonesia dalam menapaki proses perjalanan historisnya menuju masyarakat beradab atau madani.
             Mengutip pendapat Umar Kayam di majalah Prisma No. 3 Th XVI 1987
“Bahwa sejak manusia bergabung dalam suatu masyarakat, agaknya keselarasan menjadi suatu kebutuhan. Betapa tidak, ketika pengalaman mengajari manusia hidup bermasyarakat jauh lebih menguntungkan, efisien dan efektif daripada hidup soliter, sendirian, maka pada waktu itu pula manusia belajar untuk menenggang dan bersikap toleran terhadap yang lain”. Hal tersebut menjelaskan bahwa sejatinya manusia adalah mahluk yang mendambakan keselarasan berujung perdamaian, bukan kekerasan berujung perpecahan seperti yang sering terjadi hari ini. Berdasarkan pengalamannya, akhirnya manusia memahami bahwa untuk menjaga kelangsungan hidupnya diperlukan upaya bekerja bersama orang lain, atau upaya interaksi yang dibatasi oleh koridor tatanan yang berlaku pada masyarakat di lingkungan tempatnya menetap. Maka dari itu dibutuhkannya gotong royong didalam kehidupan bermasyarakat sangantlah penting mengingat manusia adalah makhluk sosial dan juga gotong royong merupakan kebudayaan bangsa Indonesia.
             Upaya yang dapat membangkitkan lagi semangat bergotong royong adalah dengan cara membuat lomba di lingkungan masyarakat sekitar, seperti lomba kebersihan antar RT dan mendapatkan hadiah bagi pemenangnya, membentuk kelompok gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekitar, memilih pemimpin yang bisa mengajak para masyarakat untuk membangkitkan semangat gotong royong yang telah luntur. Salah satu upaya yang juga untuk membangkitkan kembali budaya gotong-royong yang ditawarkan oleh Prof. Dr. Haryono Suyono melalui Yayasan Damandiri adalah antara lain dengan pembentukan dan pembangunan pos pemberdayaan keluarga (Posdaya) di setiap desa atau pedukuhan. Strategi yang ditempuh adalah pembangunan berbasis masyarakat, dengan menempatkan manusia atau penduduk sebagai titik sentral pemberdayaan, dan prioritas pembangunan. Disini manusia diberikan peran yang cukup strategis dan diberikan
kesempatan untuk membangun dirinya dan orang-orang di sekitarnya melalui kegiatan yang sifatnya bisa meningkatkan dan menghidupkan kembali semangat gotong-royong, yang akhir-akhir ini mulai mengendor. Untuk itu perlu adanya dukungan dari berbagai pihak, terutama dari instansi dan lembaga sosial kemasyarakat, untuk bersama-sama membangun kebersamaan dan menciptakan sesuatu yang berharga yang sebelumnya tidak atau belum terpikirkan. Mengobarkan semangat yang tinggi dan berusaha mewujudkan adanya budaya kerja keras yang ada manfaatnya dan mempunyai dampak nyata bagi masyarakat, bukan hanya dengan berbicara saja, tetapi ada buktinya di lapangan. Bila dimungkinkan berbagai pihak mau terjun ke lapangan untuk mengembangkan masyarakat yang berbudaya belajar, budaya membangun dan budaya kerja keras dalam bidang usaha dan akhirnya akan terbentuk budaya gotong-royong dan peningkatkan kehidupan yang lebih sejahtera. Dengan bahasa yang agak keren disebut “Prosperous Workfare Community”  atau masyarakat bekerja keras untuk menciptakan kesejahteraannya, bukan dengan pemberian Bantuan Langsung Tunai atau BLT. Hilangnya semangat gotong-royong ini bisa dikurangi bila semangat kerja keras ini bisa dikembangkan dengan lebih baik.

Referensi Sumber:
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[3] Kompasiana
[4] Majalah Prisma No. 3 Th XVI 1987
[5] Buku Pedoman dan Pengembangan Pos pemberdayaan Keluarga POSDAYA oleh Prof. Dr. Haryono Suyono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar