Jumat, 12 Januari 2018

Analisa Studi Kasus Pelanggaran Kode Etik

SIDOARJO, KOMPAS — Semburan lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, genap berusia 10 tahun pada 29 Mei mendatang. Fenomena itu hendaknya menjadi momentum evaluasi bagi negara, dunia usaha, dan masyarakat bahwa membangun itu tidak hanya berorientasi kepentingan ekonomi semata.
Mereka juga harus berorientasi pada kepentingan lingkungan, termasuk aspek sosial, tegas Profesor Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, saat berbicara dalam Sarasehan Pentingnya Etika Penyelenggaraan Pemerintahan dan Fenomena Gunung Lumpur di Sidoarjo, Senin (25/4/2016).
Acara dihadiri Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad, Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo Sulamul Hadi Nurmawan, Kapolres Sidoarjo Komisaris Besar Anwar Nasir, dan sejumlah kepala dinas.
Selain itu juga hadir Presiden Direktur Lapindo Brantas Inc Tri Setija dan ahli geologi Jatim, Handoko Teguh Wibowo. Jimly yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bidang Hukum mengatakan, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana tinggi. Salah satunya karena rentan terhadap fenomena perubahan alam dan dikelilingi gunung berapi.
Bencana lahir bukan hanya faktor alam, melainkan juga akibat ulah manusia. "Potensi bencana yang tinggi melahirkan banyak kondisi darurat. Kondisi negara yang tidak selalu normal itu memerlukan hukum tata negara darurat. Sebab hukum normal (yang diberlakukan) untuk kondisi tidak normal hanya melahirkan ketidakadilan," ujarnya.
Dalam kasus semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, hukum belum terintegrasi dengan benar sehingga justru berpotensi melahirkan konflik. Oleh karena itu, penyelesaian masalah tidak bisa dilakukan berdasarkan hukum semata. Apalagi secara hukum, tanggung jawab perusahaan sangat terbatas.
Jimly menegaskan, kegiatan pertambangan harus dievaluasi. Negara tidak boleh menang sendiri dan rakyat tidak boleh menjadi korban. "Peraturan pertambangan sangat terbuka direvisi. Contohnya terkait lokasi pengeboran dan jarak aman dengan permukiman penduduk untuk menghindari jatuhnya korban. Sebab, pada akhirnya, inti pembangunan negara adalah masyarakat," kata Jimly.
Sementara itu, Saiful melaporkan, semburan lumpur panas masih aktif, tetapi volumenya tidak sebesar dulu yang mencapai 160.000 meter kubik per hari. Meskipun demikian kolam penampungan sudah penuh dan kondisinya terus meluas menjadi 671 hektar, melebihi peta area terdampak yang ditetapkan pemerintah 640 hektar.
Semburan lumpur menjadi bencana yang melahirkan penderitaan. Lebih dari 13.337 keluarga kehilangan tempat tinggal karena terkubur dengan ketinggian hingga 15 meter. Penyelesaian ganti rugi korban lumpur tak kunjung tuntas kendati telah dipinjami dana pemerintah Rp 781 miliar pada 2015.
"Masih ada 87 berkas korban lumpur yang belum terbayar. Penyebabnya banyak, seperti masalah perbedaan status tanah, masalah ahli waris, dan masalah administrasi. Perusahaan (Lapindo) tidak lepas tangan kendati secara hukum semburan lumpur dinyatakan sebagai bencana alam bukan bencana pengeboran," ujar Saiful. (NIK)


Analisa:
Semburan lumpur panas yang mengeluarkan lumpur setiap harinya serta volume lumpur yang semakin hari semakin banyak, sehingga lumpur meluber kemana-mana menyebabkan kerugian besar. Kasus lumpur lapindo, yang menguras uang negara hingga milyaran rupiah adalah salah satu pelanggaran etika dalam engineer. Banyaknya warga yang menjadi korban akibat kasus ini. PT Lapindo juga masih belum mengganti rugi sepenuhnya korban lumpur. Sebaiknya PT Lapindo juga harus mengganti kerugian yang telah disebabkan dan harus bertanggung jawab atas kejadian ini dan juga harus melakukan penyelamatan dan perbaikan atas kerusakan lingkungan dan sosial yang mereka timbulkan bukannya berdalih dan tidak mau bertanggung jawab atas kasus lumpur lapindo ini, agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi dan lebih memperhatikan lagi aspek lingkungan dan sosial jika ingin membangun sesuatu. 

Sumber: http://regional.kompas.com/read/2016/04/26/15050011/Evaluasi.10.Tahun.Kasus.Lapindo

Selasa, 02 Januari 2018

TUGAS KODE ETIK PROFESI INSINYUR

Sebagai insinyur untuk membantu pelaksana sebagai seseorang yang professional dibidang keteknikan supaya tidak dapat merusak etika profesi diperlukan sarana untuk mengatur profesi sebagai seorang professional dibidangnya berupa kode etik profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi tersebut. 
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan 
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalanggan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Tanggung jawab profesi yang lebih spesifik seorang professional diantaranya:
a. Mencapai kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses maupun produk hasil kerja profesional.
b. Menjaga kompetensi sebagai profesional.
c. Mengetahui dan menghormati adanya hukum yang berhubungan dengan kerja yang profesional.
d. Menghormati perjanjian, persetujuan, dan menunjukkan tanggung jawab.
Di Indonesia dalam hal kode etik telah diatur termasuk kode etik sebagai seorang insinyur yang disebut kode etik insinyur Indonesia dalam “catur karsa sapta dharma insinyur Indonesia. Dalam kode etik insinyur terdapat prinsip-prinsip dasar yaitu:
1. Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia.
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran
Tuntutan sikap yang harus dijalankan oleh seorang insinyur yang menjunjung tinggi kode etik seorang insinyur yang professional yaitu:
1. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan Masyarakat.
2. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
3. Insinyur Indinesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya.
5. Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing.
6. Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi.
7. Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya
Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) sendiri secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti betul karakteristik etika profesi keinsinyuran dan penerapannya. Dengan persyaratan ini, ABET menghendaki setiap mahasiswa teknik harus betul-betul memahami etika profesi, kode etik profesi dan permasalahan yang timbul diseputar profesi yang akan mereka tekuni nantinya; sebelum mereka nantinya terlanjur melakukan kesalahan ataupun melanggar etika profesi-nya. Langkah ini akan menempatkan etika profesi sebagai “preventive ethics” yang akan menghindarkan segala macam tindakan yang memiliki resiko dan konsekuensi yang serius dari penerapan keahlian profesional. 

Insinyur adalah sebuah profesi yang penting didalam pelaksanaan pembangunan industri nasional, karena banyak berhubungan dengan aktivitas perancangan maupun perekayasaan yang ditujukan semata dan demi kemanfaatan bagi manusia. Dengan mengacu pada pengertian dan pemahaman mengenai profesi, (sikap) professional dan (paham) profesionalisme; maka nampak jelas kalau ruang lingkup keinsinyuran per definisi bisa disejajarkan dengan profesi- profesi yang lain seperti dokter, pengacara, psikolog, aristek dan sebagainya. Acapkali pula dijumpai didalam proses penerapan kepakaran dan keahliannya, seorang insinyur (tanpa terkecuali insinyur teknik industri) akan terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip komersial dan mengarah untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun demikian, sebagai sebuah profesi yang memiliki idealisme dan tanggung jawab besar bagi kemaslahatan manusia; maka didalam penerapan kepakaran dan keahlian insinyur tersebut haruslah tetap mengindahkan norma, budaya, adat, moral dan etika yang berlaku.