Sabtu, 28 Maret 2015

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR ARTIKEL TENTANG HAM

Pelaku Masih Hidup, 7 Kasus HAM Ini Dikembalikan Kejaksaan

JUM'AT, 13 FEBRUARI 2015 | 10:25 WIB
Pelaku Masih Hidup, 7 Kasus HAM Ini Dikembalikan Kejaksaan
Puluhan mahasiswa melakukan aksi tabur bunga mempringati Tragedi Semanggi I di Kampus Atma Jaya, Jakarta, Jumat (13/1). Mahasiswa meminta kepada pemerintah untuk segera menuntaskan kasus tragedi tersebut. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Surabaya - Upaya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyeret para pelaku pelanggaran hak asasi manusia ke pengadilan belum sepenuhnya membuahkan hasil. Setidaknya dari 12 kasus dugaan pelanggaran HAM yang diselidiki Komnas HAM, tujuh di antaranya dikembalikan oleh Kejaksaan Agung karena dinyatakan kurang lengkap.

"Ada tujuh kasus yang dikembalikan ke Komnas HAM untuk dilengkapi," kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron kepada wartawan di Surabaya, Kamis, 12 Februari 2015. Tujuh kasus itu meliputi Talangsari, Trisaksi 1 dan 2, Mei 1998, peristiwa 1965, penembak misterius (Petrus), dan peristiwa Waimena Papua. "Rata-rata kasus yang dikembalikan tersebut para pelakunya masih ada," katanya.

Menurut Nurkhoiron, salah satu yang mempersulit penuntasan kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah keputusan politik untuk menindaklanjuti ke dalam jalur proyustisia atau yustisia. Sayangnya, jalur itu memang bukan kewenangan Komnas HAM.

Bahkan, untuk kasus yang terjadi sebelum tahun 2000, kewenangan itu sepenuhnya ada di tangan presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan kewenangan Komnas HAM sebatas penyelidikan dan rekomendasi.

Hingga saat ini, ada dua kasus yang berhasil dibawa ke Pengadilan HAM
 adhoc, yaitu kasus Timor Leste dan Tanjung Priok. Itu pun hanya mampu menghukum pelaku setingkat letnan dan kopral selama beberapa bulan. Sedangkan pelaku utama tetap tidak tersentuh.

Sedangkan satu kasus lagi yang sudah memiliki keputusan dari DPR untuk segera diadili adalah penghilangan secara paksa 13 aktivis pada masa Orde Baru. "Itu juga butuh enam tahun untuk ada keputusan," ujarnya.

Menurut Nurkhoiron, penuntasan kasus pelanggaran HAM memang belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Pada era Presiden Joko Widodo ini, Nurkhoiron berharap kondisi itu bisa berubah.

Dia melihat Presiden Jokowi berpeluang besar untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Sebab, orang-orang yang juga mengetahui peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM itu masuk dalam tim pendukung Jokowi. Di antaranya Wiranto dan A.M. Hendropriyono. "Harapannya, pada era Presiden Jokowi ini bisa berpeluang menyelesaikan kasus HAM," katanya.

Saat ini Komnas HAM tengah mengkaji kembali kasus pembunuhan dukun santet pada 1998 di Jawa Timur. Menurut Nurkhoiron, ada unsur pelanggaran HAM dalam kasus tersebut lantaran korbannya cukup banyak.



Tanggapan:

Menurut saya, HAM di Indonesia harus lebih ditegakkan dan ditegaskan lagi. Terutama komisi HAM di Indonesia harus lebih teliti dalam menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM dan menegakkan keadilan. Jangan sampai terlalu berlama-lama untuk mencari bukti-bukti pelaku pelanggaran HAM yang membutuhkan waktu sampai bertahun-tahun lamanya. Karna itu bisa membuat si pelaku pelanggaran merasa terbebas dan tidak mempunyai rasa tanggumg jawab karna telah melanggar HAM yang jelas-jelas telah diatur didalam UUD 1945. Bukan hanya tugas Komnas HAM untuk menegakkan keadilan HAM, namun juga pemerintah harus ikut dalam menegakkan keadilan dan harus lebih memperhatikan lagi masalah pelanggaran HAM di Indonesia. Karna sudah terlalu banyak pelanggaran HAM yang telah terjadi dan sebagian masalah itu tidak mendapatkan keadilan HAM dan malah membebaskan pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2015/02/13/078642210/Pelaku-Masih-Hidup-7-Kasus-HAM-Ini-Dikembalikan-Kejaksaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar